Beli Mobil atau Tidak? Pertanyaan Sederhana Dengan Jawaban yang Filosofis

Amir Harjo
5 min readDec 3, 2022

Sumber: bmw.co.id

“Do you think I should own a car?”

Bos saya ini, seorang ekspat, akan tinggal apartemen bersebelahan dengan kantor. Dari apartemen ke kantor tinggal nyebrang jalan. Walaupun memang menyeberangi jalannya harus hati-hati karena jalanan BSD yang cukup lebar sehingga mobil kebanyakan ngebut.

“Menurut saya ga usah beli mobil. Karena sekarang kemana-mana tinggal pesen grab atau gojek.” saran teman saya, si optimizer.

“Tidak perlu repot maintenance mobil, kalau mau bepergian jauh tinggal naik kereta atau pesawat” lanjutnya.

Sang eksplorer memiliki pendapat berbeda, “Menurut saya lebih baik membeli mobil. Karena mumpung di Indonesia, jadi lebih enak dan fleksibel untuk eksplorasi. Gojek dan grab memang bisa dipakai kapan saja tapi tidak fleksibel. Tidak bisa misalnya, ada hal yang menarik ditengah perjalanan, bisa minta berhenti dan minta gojek menunggu lama.”

“Selain itu, toh perusahaan memberi allowance untuk membeli mobil. Dan mobil baru pasti ada asuransinya. Jadi maintenance mobil out of questions-lah.”

Dalam keputusan hidup ini, memang ada yang baiknya diambil dengan optimisasi, dan yang lain dengan eksplorasi. Tapi yang mana dan kapan?

Saat ini memang algoritma matematika dan pengenalan pola banyak dipakai untuk pengambilan keputusan. Pola dari data-data tersebut dieksploitasi untuk mendapatkan prediksi kedepan. Selain itu dengan algoritma optimisasi, keputusan-keputusan bisa lebih optimal.

Algoritma ini sudah diterapkan dalam keputusan bisnis dan bisa memberi nilai tambah yang cukup besar untuk perusahaan.

Keputusan berdasarkan algoritma ini juga telah masuk ke bidang olah raga, entertainment dan perjudian.

Moneyball, film yang dibintangi oleh Brad Pitt menggunakan pendekatan statistik untuk merekrut pemain. Keterbatasan dana untuk merekrut pemain papan atas membuat dia menggunakan statistik untuk mencari feature utama pada pemain yang bisa mengantarkan kemenangan. Kemudian, dia mencari pemain dengan karakteristik serupa akan tetapi tidak dikenali pasar sehingga harga masih murah.

Dalam buku A Man for All Markets, Edward Thorp menggunakan analisa peluang untuk memenangkan permainan judi BlackJack. Bukunya yang terbit setelah itu Beat the Dealer merevolusi permainan Black Jack dengan aturan-aturan tambahan ataupun melarang para counter card (orang pemain Black Jack yang menggunakan pendekatan statistik) untuk bermain dikasino mereka.

Jadi memang jelas, mengoptimalkan keputusan-keputusan bisnis, olahraga dan judi memang memberikan keuntungan yang memuaskan.

Tapi apakah mengoptimalkan keputusan seperti ini bersifat general?

Bakat Tiger Woods sudah terlihat sejak kecil. Ayahnya mengamati kemampuan dia sejak usia enam bulan. Pada usia tujuh bulan, mainan yang dibelikan adalah putter.

Pada usia 2 tahun, ketika anak kecil seusianya diharapkan bisa menendang bola atau berjinjit, Tiger Woods sudah mengikuti lomba pertamanya dan memenangkan kompetisi untuk usia di bawah sepuluh tahun.

Ayahnya sangat mendukung Tiger Woods. Segala usaha dilakukan untuk mengembangkan kemampuan Woods. Bahkan mengajari cara menghadapi wartawan pada usia dini. Pada usia empat tahun, pada jam sembilan pagi ayahnya akan mengantar ke golf club dan menjemputnya delapan jam kemudian, kadang dengan uang hasil kompetisi dengan orang yang lebih dewasa.

Tiger Woods sudah sangat terkenal saat memasuki usia kuliah di Standford. Ayahnya menekankan bahwa anaknya akan sangat berpengaruh. Lebih berpengaruh daripada Nelson Mandela, Gandhi, atau Budha.

Berbeda dengan Tiger Woods, Roger Federer tidak kelihatan bakat tenisnya dari muda. Ibunya seorang pelatih, tapi dia tidak mau melatih Federer. Waktu Federer masih muda, dia mengeksplorasi banyak olah-raga. Bermain squash dengan ayahnya. Mencoba-coba ski, gulat, renang dan skateboard. Dia bermain basket, handball, tenis, ping-pong, badminton dan sepak bola. Dia menyukai olah raga yang melibatkan bola.

Bahkan orang tuanya tidak punya rencana untuk Federer. Orang tuanya hanya menyarankan Federer untuk mencoba berbagai macam olah-raga. Mendekati remaja, barulah Federer mulai fokus ke tenis. Dia mengatakan bahwa banyaknya olah raga yang dicoba membuat keterampilan dia terkait koordinasi mata dan tangan dan juga sifat atletis badannya bisa berkembang dengan bagus.

Pertanyaannya adalah, dalam pemilihan “area of fokus”, apakah baiknya fokus, optimal dan spesialisasi dari awal? Memang kalau memperhatikan “deliberate practice” yang dilakukan, ada perbedaan jam fokus latihan antara atlet yang elit dan agak elit.

Sumber: Range oleh David Epstein

Jadi tampaknya keputusan optimasi itu bagus kalau digunakan untuk bisnis, olah raga, judi ataupun pilihan skill dan karir. Benar begitu bukan?

Ternyata tidak semua orang sepenuhnya setuju dengan pernyataan ini. Dalam artikel yang diterbitkan oleh The Atlantic pada October 2022, Derek Thompson sang penulis, menyayangkan bahwa pendekatan yang telalu matematis pada olah-raga membuat olah-raga tidak menjadi indah. Dalam permainan baseball, untuk meningkatkan strikeout, maka manager klub menambah pitchers dalam setiap permainan. Selain itu kecepatan putaran bola juga ditingkatkan. Untuk mengcounter ini, seorang Hitter melakukan pukulan dengan sudut luncuran yang lebih lebar yang akan meningkatkan peluang home run, tapi juga meningkatkan kemungkinan strikeout.

Akibatnya, saat ini permainan baseball menjadi lebih banyak strikeout daripada hits. Pada tahun 90-an, hits lebih tinggi 50% daripada saat-saat sekarang. Permainan menjadi tidak indah.

Tidak hanya pada baseball, bahkan pada olah raga basket NBA, setiap tim menjadi produk yang serupa.

Algoritma ini tentu saja merambah dunia hiburan dan media. Contohnya Youtube yang merekomendasikan video yang mirip, ataupun Spotify yang algoritma optimisasinya sepertinya terjebak dalam lokal maksimum, seperti dikeluhkan salah satu data scientist yang hebat ini di twitter.

Ingat dengan cerita Woods dan Federer dan kesimpulan akhirnya? Cerita tidak akan memorable kalau tidak ada plot twistnya. Ternyata anak yang mencoba-coba banyak olah-raga sebelum fokus memilih salah satu cabang olah-raga, lebih besar kemungkinan untuk masuk menjadi atlet elit jika dibandingkan dengan atlet yang fokus ke satu cabang olahraga sejak usia dini.

Sumber: Range oleh David Epstein

Jadi kesimpulannya kalau kamu adalah seorang pemimpin organisasi perusahaan dan harus meningkatkan shareholder value, keputusan dengan optimisasi adalah jalan yang tepat. Karena “move fast dan break things” yang menjadi adagium perusahaan start up sepertinya sudah tidak lagi relevan.

Sedangkan untuk keputusan pribadi, sebaiknya seperti apa? Well, marilah jalani hidup untuk maximizing fun. Mengutip kata Pandji, “carilah kegiatan yang capeknya bikin kamu bahagia”. Kecuali untuk hal-hal urgent dan darurat. Kira-kira matrixnya kayak gini..

Sumber: Coretan Pribadi

Jadi baiknya bos saya ini beli mobil atau tidak? Karena asumsi saya dia mau kerja serius sambil having fun dan juga stay untuk jangka panjang, YHA jelas beli mobil lah!!

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

Amir Harjo
Amir Harjo

Written by Amir Harjo

Hi, I am Amir Harjo. I like to read. I want to consistently write about things I am curious about. If you like my writing, please claps or comment.

Responses (1)

Write a response

menurut saya yang kurang dari analisa ini adalah variabel umur si bos, saya pikir keputusannya berbeda jika dia berumur dibawah 30 dan belum menikah

3