Kapan Loyalty Program Benar-benar Dibutuhkan?

Amir Harjo
5 min readDec 25, 2023

--

Sumber: Unsplash

Berapa besar biaya yang diperlukan untuk mendapatkan pelanggan baru jika dibandingkan dengan mempertahankan pelanggan yang sudah ada? Jawabannya adalah biaya akuisisi pelanggan baru lima kali lebih besar daripada mempertahankan pelanggan yang sudah ada.

Berapa profit yang bisa tumbuh jika kita bisa menurunkan tingkat kepergian (churn) pelanggan sebesar 5%? Menurut penelitian, dengan menurunkan tingkat churn sebesar 5%, perusahaan bisa meningkatkan profit sebesar 25% sampai dengan 85%.

Dengan benefit yang sangat besar ini, tentunya mengelola pelanggan yang sudah ada adalah hal yang sangat penting. Dan klaim ini menumbuhkan dua industry tata kelola pelanggan yang bernilai jutaan dollar. Yang pertama adalah CRM, untuk manajemen hubungan dengan pelanggan. Industri kedua yang cukup menjamur adalah Loyalty Program, sebuah program untuk membuat pelanggan lebih loyal terhadap brand, implementasinya biasanya berupa point dan dengan gamifikasi status loyalty pelanggan (tiering).

Tapi, apakah klaim awal mengenai biaya akusisi pelanggan baru adalah lima kali daripada mempertahankan pelanggan yang sudah ada adalah benar dan terbukti?

Apakah klaim bahwa menurunkan churn rate sebesar 5% bisa menaikkan profit 25% sampai dengan 85%? atau dalam study lain, profit yang bisa dinaikkan antara 60% sampai dengan 80%.

Untuk klaim yang pertama, mengenai biaya akuisisi, ternyata tidak ada sumber yang sangat kredibel dengan penelitian empirik. Klaim ini pertama kali muncul dari penelitian yang dilakukan oleh Technical Assistance Research Project yang kemudian masuk dalam artikel di Harvard Business Review berjudul “The Profitable Art of Service Recovery”, sehingga banyak praktisi menganggap bahwa klaim ini merupakan sebuah kebeneran. Padahal, untuk sampai pada kesimpulan angka akuisisi lima kali lebih mahal, banyak asumsi yang dibuat dari faktor-faktor yang saling terkait. Argumen lengkapnya, bisa dibaca di artikel yang ditulis oleh Ipsos Consulting “Loyalty Myth #8: It Costs Five Times More to Acquire a Customer than to Retain a Customer” yang bersumber dari buku “Loyalty Myths”.

Untuk klaim kedua, mengenai profit yang bisa dinaikkan hingga 85% jika perusahaan bisa menurunkan tingkat churn sebesar 5% berasal dari salah satu artikel dari Harvard Business Review yang berjudul “Zero Defections: Quality Comes to Services”. Argumen dalam artikel tersebut dibangun dengan narasi sebuah perusahaan kartu kredit yang memiliki churn rate sebesar 10% sehingga rata-rata umur pelanggan sebesar 10 tahun. Jika tingkat churn bisa diturunkan menjadi 5%, maka umur rata-rata pelanggan akan berubah menjadi 20 tahun dan CLV (customer lifetime valuenya) akan meningkat sebesar 75%.

Source: Harvard Business Review

Jadi yang meningkat sebenarnya bukan profitnya, akan tetapi customer lifetime valuenya. Dan peningkatan ini bukan angka tahunan akan tetapi angka asumsi selama pelanggan masih menjadi pelanggan, yang dalam kasus kartu kredit berarti dalam 20 tahun. Klaim ini masih berdasarkan asumsi dan simulasi di atas kertas.

Source: Harvard Business Review

Byron Sharp, dalam bukunya “How Brand Growth” termasuk salah satu orang yang kritis mengenai penelitian churn ini. Menurut dia, seharusnya tingkat churnnya bukan 5% akan tetapi 50% karena turun dari 10% ke 5%. Dia juga orang yang sangat kritis mengenai loyalty program.

Menurut penelitian dari Mintel, seperti yang tertulis dalam artikel yang berjudul “The Future of Loyalty Isn’t Loyalty”, saat ini di Inggris, lebih dari 80% orang dewasa ikut setidaknya satu loyalty program dan 55% mengikuti lebih dari 4 loyalty program. Loyalty program sudah oversaturated dan hanya 37% konsumen yang mengatakan bahwa loyalty progam mempengaruhi pembelian mereka. Sebuah angka yang cukup rendah mengingat biaya yang tinggi untuk melakukan promosi berupa potongan dan point.

Akan tetapi, tidak sahih sepertinya untuk membicarakan mengenai loyalty program tanpa mengutip Byron Sharp. Menurut dia, program loyalty memiliki impact yang sangat kecil terhadap konsumen. Loyalty program biasanya memberi reward ke pelanggan-pelanggan yang akan tetap menjadi pelanggan tanpa program loyalty.

Menurut Byron, loyalty bukanlah program yang tepat untuk meningkatkan pertumbuhan penjualan. Tidak ada pelanggan yang setia kepada satu brand saja. Perilaku pelanggan terhadap merek tidaklah monogamous akan tetapi lebih ke polygamous. Coba tengok saja berapa merek sabun yang ada dalam kamar mandi kita. Akan ada beberapa merek yang dicoba ataupun dibeli karena murah atau karena merek tersebut tersedia di toko.

Byron Sharp memperkenalkan salah satu hukum pemasaran yang bernama “The Law of Double Jeopardy”. Merek yang besar memiliki penetrasi yang besar dan frequency of purchase atau tingkat loyalitas yang sedikit lebih tinggi dibandingkan merek yang lebih kecil. Merek yang lebih kecil sialnya mendapatkan jeopardy (resiko/bahaya) dua kali, yaitu penetrasi yang lebih kecil dan frequency of purchase yang sedikit lebih rendah. Tingkat frequency of purchase-nya sebenarnya tidak berbeda terlalu jauh.

Jadi, Byron Sharp berargumen, untuk menaikkan tingkat loyalitas maka yang perlu dilakukan adalah dengan meningkatkan penetrasi pasar. Dan pertumbuhan akan didapat oleh sebuah merek jika merek tersebut meningkatkan penetrasi pasar dengan menggaet pelanggan-pelanggan baru termasuk pelanggan light buyer sebanyak-banyaknya.

Saya suka berdiskusi dan bercanda dengan rekan saya yang saat ini sedang menjalankan loyalty program untuk toko yang membeli produk dari perusahaan kami. Diskusi kami adalah, apakah loyalty program benar-benar efektif? Apakah loyalty program ini hanya menggarami air laut yang memberi keistimewaan pada toko-toko yang sebenarnya sudah loyal? Seperti argumen Byron Sharp, bahwa tanpa loyalty program ini, toko tersebut akan tetap loyal.

Akan tetapi saya memiliki pandangan yang berbeda. Bahwa loyalty program untuk toko itu perlu. Saya menggunakan penelitian Byron Sharp untuk argumen pendukungnya. Menurut dia, yang mendorong pertumbuhan adalah penetrasi pelanggan. Ada dua hal yang sangat penting untuk meningkatkan penetasi ini. Dalam dunia pemasaran, dikenal istilah yang bernama Mental Availability dan Physical Availability.

Mental availabilty ini adalah tugasnya orang marketing. Intinya adalah, ketika orang ingin membeli suatu kebutuhan, misalnya susu ataupun pasta gigi, maka yang terbayang dibenaknya adalah produk dengan merek tertentu. Maka tugas marketing disini adalah bagaimana merek mereka masuk ke benak konsumen dengan menggunakan branding dan iklan dengan target yang luas dan frekuensi yang cukup sering.

Physical availability ini adalah tugasnya orang sales. Bagaimana caranya agar konsumen ketika ingin membeli suatu kebutuhan, misalnya susu ataupun pasta gigi dengan merek tertentu yang ada dibenaknya, maka mereka dengan mudah memperolehnya, misalnya di toko langganan mereka ataupun melalui toko online. Yang paling penting dari physical availability adalah distribusi barangnya. Bagaimana memastikan bahwa barang-barang terdistribusi merata sehingga konsumen dengan mudah bisa menemukan merek yang diminati.

Apa hubungannya dengan program loyalty toko yang saat ini sedang dijalankan oleh rekan saya? Ingat, bahwa physical availability sangat penting. Oleh karena itu, program loyalty toko juga penting. Progam ini dirancang untuk memastikan bahwa toko akan membeli produk kita dan kita memastikan bahwa produk kita terdistribusi dengan merata sehingga konsumen kita akan dengan mudah menemukan produk kita.

Ujungnya adalah, penetrasi produk yang tinggi dan konsumen akan memiliki slightly higher loyalty terhadap produk kita.

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

--

--

Amir Harjo
Amir Harjo

Written by Amir Harjo

Hi, I am Amir Harjo. I like to read. I want to consistently write about things I am curious about. If you like my writing, please claps or comment.

No responses yet

Write a response