Makanan Halal dan Bayesian. Apa Hubungannya?

Amir Harjo
4 min readApr 29, 2023
Sumber: www.muslimfood.com.my

Polemik makanan halal memang akan selalu hangat dibicarakan. Apalagi di zaman sekarang dimana makanan rupa-rupa datang dan menghiasi ruang visual dan imajinasi.

Kontroversi sempat mencuat untuk salah satu brand es krim asal Tiongkok dengan harga yang tidak menguras kantong. Kedai es krim yang sudah mempunyai ratusan cabang tersebut belum mempunyai sertifikat halal. Beberapa ustadz terkenal juga memberikan pendapat mengenai kontroversi ini. Contohnya tweet Salim A Fillah ini

Sumber: X

Beliau berpedoman pada hadits yang pada intinya adalah kehati-hatian dalam dalam perkara yang samar-samar, belum jelas halal dan haramnya.

Tentu saja ada pro dan kontra mengenai ini. Bahkan ada yang menyanggah dengan hadits lain, yang kemudian dibantah lagi dengan pernyataan bahwa hadits tersebut hanya berlaku untuk hal yang asalnya halal sampai terbukti tidak.

Dan pro kontra mengenai keabsahan makanan halal dan haram ini mengingatkan saya pada teorema Bayesian. Mungkin lebih tepatnya Bayesian Inference.

Teorema Bayesian ini mengacu pada Thomas Bayes, seorang pendeta Presbiterian pada abad kedelapan belas yang sangat menggemari matematika.

Dan penjelasan teorema Bayes paling gampang pasti tidak luput dari kegiatan yang melibatkan koin.

Misalnya, ada adik dan kakak sedang bermain tebak-tebakan koin. Hadiahnya angpau lebaran. Ketika koin 100 dilemparkan ke atas dan mendarat dilantai, kira-kira akan mendarat disisi yang mana? Bagian gambar (G) atau bagian angka (A)? Misalnya si kakak selalu memilih A dan si adik selalu memilih G. Ternyata, setelah 4 kali lemparan, polanya adalah AAAA. Seberapa yakin si adik bahwa kakaknya tidak curang? Karena logikanya, harusnya setidaknya G muncul 2kali.

Dalam matematika, teorema Bayes memang tampak menakutkan.

P(A|B) = (P(B|A)*P(A))/P(B)

What the h**l is that? Tapi sebenarnya cukup straight forward, mudah dipahami. Pada intinya, teorema itu mengatakan, berapa kemungkinan bahwa output A adalah benar, jika mengamati kenyataan bahwa B adalah benar? Pada kasus lempar koin, A adalah “kecurangan” dan B adalah pola “AAAA”. Berapa besar kemungkinan besar bahwa ada “kecurangan” ketika kenyataannya hasil lemparan koin adalah “AAAA”?

Karena kakak dan adiknya sering bermain bersama, dan kakaknya sering mengerjai adiknya, tentunya adiknya langsung berteriak, “Kamu curang. Ini pola output yang tidak mungkin”.

Kakaknya membela diri, “Hey.. kamu tidak paham peluang ya. Saya tidak curang, sample ini terlalu kecil untuk mengambil kesimpulan.”

Prasangka adiknya bahwa kakaknya curang ini yang dinamakan Prior Probaility, dalam persamaan di atas notasinya adalah P(A). Dia yakin bahwa misalnya ada 50% kemungkinan bahwa kakaknya curang, oleh karena itu kakaknya selalu memilih A. Pada lemparan pertama, A keluar, prasangka adiknya naik menjadi 66%. Pada lemparan kedua, lagi-lagi A yang keluar, prasangka curang makin naik ke 80%.

Dan dengan pola keluaran hasil lemparan koin, prasangkanya naik menjadi misalnya mendekati 100%, jadi makin curiga. (Note: Perhitungan matematikanya lumayan kompleks, dan angka saya tidak merepresentasikan hasil hitungan akhir.)

Tentunya hasilnya akan berbeda kalau yang bermain adalah ayah dan ibunya. Mereka saling mencintai dan saling percaya. P(A) bahwa si bapak atau si ibu curang mendekati 0. Percaya tapi tidak 100%.

Misalnya ayahnya selalu memilih A dan ibunya selalu memilih G dan ternyata keluarannya sama yaitu AAAA. Kecurigaan si ibu langsung naik menjadi 2%. Tenang bu, saya bukan Virgoun!

Seandainya P(A) adalah 0, yakin 100% tidak curang, apapun yang terjadi pasti kepercayaan akan 100%, P(A|B) adalah 0. Pasangan saya ga mungkin curang. Cinta buta.

Ilustrasi Bayes dengan asumsi lawan 100% curang. Lihatlah Ibu yang perlahan-lahan kepercayaannya terkikis

Memang, dalam teorema Bayes, berapa besar kamu percaya pada suatu hal setelah melihat buktinya tidak hanya tergantung terhadap bukti yang terlihat, tapi juga tergantung seberapa percaya kamu sebelum melihat bukti-buktinya. Baru nanti buktinya akan menguatkan atau melemahkan derajat kepercayaan sebelumnya.

Ini sesuai banget dengan intuisi manusia.

Apa hubungannya ini dengan makanan? Oke, kita kembali ke topik makanan. Kalau dirangkum, ada dua pendapat mengenai diskursus label halal pada makanan Tiongkok.

Argumen pertama adalah, kalau misalnya harus ada label halal, ko banyak pecel lele yang tidak ada label halal tapi ko tidak dibuat gaduh?

Argumen kedua adalah seperti yang sudah di ungkapkan oleh Salim Fillah seperti dikutip pada awal artikel, bahwa sebaiknya berhati-hati. Kenapa? Karena makanan ini dari Tiongkok, dan di Tiongkok, mengolah makanan halal dan haram tidak menjadi concern tinggi seperti orang-orang Indonesia yang mayoritas muslim. Di Tiongkok, memasak menggunakan babi atau minyak babi itu biasa. Makanya untuk menunjukkan bahwa makanan itu mendekati “halal”, dipasar-pasar muslim ada tulisan “No Pork, No Lard”. Walaupun ada bahan lain yang tidak halal misalnya angciu karena mengandung arak.

Kalau di Indonesia, tempat kita tumbuh besar, dan melihat cara orang memasak pecel lele, tentu yakin mendekati 100% bahwa semua bahan yang dipakai halal.

Kalau dalam teorema Bayesian, Prior Probability untuk makanan dari Tiongkok itu rendah. P(halal) bisa mendekati 0%. Dan kalau ada pernyataan “No Pork”, kita update believe kita bahwa P(halal) menjadi 10%.

“No Lard”? P(halal) naik menjadi 20%.

“No angciu”? Karena hanya bahan ini yang saya kenal haram, P(halal) 90%.

Logo halal MUI? Tutup mata deh, 100% halal. (Note: I leave the math behind.)

Bagaimana dengan pecel lele? P(halal) mendekati 100% lah karena sudah paham keseharian pengolahan makanannya. Kecuali ada bukti sebaliknya.

Oleh karena itu, kalau ada undangan makan-makan, baik makan malam atau buka puasa di Chinese Restaurant, saya agak ogah-ogahan. Bukan karena apa-apa, tapi karena lebih berhati-hati saja.

Pada suatu waktu, ada lagi undangan makan-makan “Yuk makan di restoran X” (restoran asia timur -red). Pertanyaan saya adalah “Makanannya halal atau tidak ya?”. Rekan saya menjawab “Semua makanan halal, kecuali jelas haram”. Bro, sepertinya kamu perlu baca-baca teorema Bayesian hehehe.

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

Amir Harjo
Amir Harjo

Written by Amir Harjo

Hi, I am Amir Harjo. I like to read. I want to consistently write about things I am curious about. If you like my writing, please claps or comment.

No responses yet

Write a response