Mengoptimisasi Keputusan-Keputusan dalam Hidup Itu Bagus, Asal … Jangan Kayak Google Map

Amir Harjo
4 min readOct 9, 2022

Picture by Jens Lelie from Unsplash

Tahun-tahun sebelum Covid, kami sekeluarga ke Bandung untuk sekedar nostalgia.

Sayangnya, seperti biasa jalan tol Cikampek arah ke Bandung macet total. Apalagi ditambah dengan pembangunan tol layang yang membuat mobil tidak bisa ngebut di jalanan.

Jalan alternatif diambil. Google Maps jadi andalan. Kalau pembaca sudah sering menggunakan Google Maps pasti paham. Algoritma tools ini sangat optimal. Sehingga dalam banyak kasus menjadi membahayakan dan membuat pengalaman pengguna tidak nyaman.

Google map menyarankan kami melalui jalanan yang rusak dan berlubang-lubang.

Sumber: X

Pada tahun 2020, seorang remaja Russia membeku kedinginan ketika menggunakan jalan yang direkomendasikan oleh Google Maps. Dia salah belok, melalui jalan Road of Bones di Rusia yang memang terkenal berbahaya.

Saat itu bulan Desember 2020. Musim dingin dengan puncak-puncaknya. Suhu disekitar mencapai -50 derajat celcius. Mereka berdua tidak menyangka kondisi akan seekstrem ini dan dalam waktu singkat mengalami frosbite setelah radiatornya rusak terkena kayu runcing.

Untungnya nasib kami tidak seperti para remaja dari Rusia. Hanya saja jalanan yang berlubang dan tinggi mobil saya yang relatif pendek bukan merupakan kombinasi yang pas.

Teknologi memang seharusnya memudahkan. Tapi untuk urusan menggunakan Google Map, saya selalu berhati-hati. Sering kali sarannya tidak sesuai dengan moda transportasi yang dipilih.

Masalah dengan Google Maps adalah, algoritma optimisasinya hanya menggunakan satu ukuran, yaitu waktu tercepat. Tanpa mempedulikan apakah jalannya aman untuk dilalui.

Dalam hidup ini, kita memang hidup dalam waktu yang terbatas. Karena keterbatasan waktu itu, kita ingin mencapai banyak hal dalam waktu sesingkat-singkatnya. Kita ingin karir cemerlang secepat-cepatnya. Kita ingin anak kita berprestasi secepat-cepatnya. Kita ingin kaya secepat-cepatnya.

Tidak heran jika industri self help dan produktivitas yang terkait dengan meningkatkan kekayaan tumbuh subur. Diperkirakan, tahun 2022 ini industry self-improvement (self-help) bernilai sekitar 13.2 milyar dollar. Sumber lain mengatakan industri personal development akan tumbuh 5.5% setiap tahun dari tahun 2022 sampai dengan tahun 2030.

Mengoptimalkan salah satu bagian dalam hidup ini ibarat algoritma optimisasi Google yang hanya peduli pada satu ukuran. Ada titik-titik buta yang membuat kita bias dalam mengambil keputusan. Ada bagian lain dalam hidup yang terkorbankan, misalnya sanity ataupun common sense.

Tidak heran jika banyak orang terperdaya dengan penipuan skema cepat kaya. Tidak heran jika industri dengan dasar tidak jelas seperti uang kripto, NFT, ikan lohan ataupun pohon monstera bisa dengan cepat menarik banyak orang. Bubble dan kemudian meletus.

Minggu lalu saya membaca salah satu blog langganan saya Of Dollar and Data yang membahas mengenai mengoptimisai hidup ini. Artikelnya berjudul Why You Shouldn’t Optimize Your Life. Dalam blog itu, Nick Magliuli mengutip salah satu terapis yang menulis di reddit.

What I find is that those who lean too much into this logic of optimization are the ones that suffer from a (literal) maddening degree of alienation.

It’s an easy trap to fall into as it is so very sensible: Why would you spend six hours cleaning (doing a chore you hate and doing it badly) if you could just work an additional hour and outsource that? So you hire a cleaner. And a cook, a personal shopper, an interior designer and a nanny. But if you don’t watch out, all your little self worth eggs, so to speak, are kept in the same work basket — and, step by step, you start to live the life of a stranger. You eat the food of someone else, wear the clothes of not-you, in an apartment that might as well be a hotel room, with kids that are more attached to their nanny than to you. Your vacations are glamorous, but there’s little connection to anyone or anything in them.

At this point you might start to feel a little unease. You might start to wonder why you’re unfulfilled and try to treat yourself better — so you double down. You get a PA because dealing with a schedule is annoying, you get a personal trainer because mens sana in corpore sano and while you’re at it, you also start therapy, where you learn techniques that help somewhat and where you analyze childhood events. But what somehow is kept at bay, in a fish-not-having-a-word-for-water-way, is that you identify with your job of optimizing processes to maximum efficiency to a degree that you treat yourself like any work project.

Jadi intinya apa? Jadi intinya, seperti yang tertulis dalam Of Dollar and Data, bahwa sayangnya hidup bukanlah persamaan matematika. Bahwa kita tidak bisa memaksimalkan semuanya. Kita akan membuat kesalahan. Kita akan berperilaku sub-optimal dan hal itu tidak apa-apa.

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

Amir Harjo
Amir Harjo

Written by Amir Harjo

Hi, I am Amir Harjo. I like to read. I want to consistently write about things I am curious about. If you like my writing, please claps or comment.

No responses yet

Write a response