Resensi Buku Perennial Seller: The Art of Making and Marketing Works that Lasts

(Pernah di terbitkan di Qureta. Lihat di sini)
“Bagaimana menciptakan karya yang abadi?”
Ini adalah salah satu buku Ryan Holiday yang membuka wawasan. Bukan ini bukan buku baru, sudah terbit sejak tahun 2017. Akan tetapi, isi bukunya rasanya masih relevan dengan sampai saat ini, dimana membuat sebuah karya, konten dan membangun merek pribadi adalah hal semakin banyak digaungkan. Apalagi dengan semakin banyaknya pilihan karir dan tidak ada kepastian dan rasa aman yang bisa diberikan oleh sebuah “pekerjaan”.
Dalam buku ini, Ryan Holiday ini membahas mengenai bagaimana sebuah karya menjadi karya klasik, sebuah karya yang bisa bertahan untuk jangka waktu yang lama. Sebuah karya yang timeless. Contohnya buku-buku Marcus Aurelius, seorang kaisar dan filosof Yunani. Meskipun sudah ditulis sekitar 2000 tahun lalu, ajarannya mengenai filosofi stoic sampai sekarang masih dibaca dan dihidupkan oleh banyak orang.
Pada dasarnya, ada empat tahap ketika seseorang membuat sebuah karya. Proses kreatif, memposisikan produk yang dibuat dengan karya lain, pemasaran dan platform. Ryan Holiday membedah masing-masing tahap ini dan memberikan berbagai macam strategi dan wawasan untuk mengoptimalkan setiap tahap.
Dalam tahap pertama, proses kreatif, dia tidak setuju dengan nasihat yang didengungkan di media sosial, bahwa seorang kreator sebaiknya menghabiskan 20 persen waktunya untuk membuat karya dan sisanya, 80 persen, untuk melakukan pemasaran. Nafas dari seorang Perennial Seller adalah karyanya.
Seorang kreator terlalu fokus pada pemasaran bukan pada karyanya, akan menghasilkan produk yang tidak bertahan lama. Karya yang berkualitas adalah pondasi dari produk yang bertahan laman. Bukan marketing yang viral, mengandalkan taktik jualan dan juga hype yang membuat sebuah karya bertahan lama.
Karya yang bagus bukan saja masalah ide yang bagus, tapi juga eksekusi yang bagus. Banyak orang yang bermimpi menjadi seorang penulis, tapi tidak banyak waktunya dipakai untuk menulis. Dia menyindir bahwa banyak orang yang ingin “menjadi” tanpa usaha untuk “menjadikan”.
Tentu saja untuk membuat sebuah karya fenomenal, dibutuhkan waktu yang tidak pendek. Membuat karya berkualitas ibaratnya sebuah pertandingan lari marathon, bukan lari sprint. Bukan dengan cara pasif, menunggu wangsit, tapi dengan dengan cara aktif dan mendapatkan masukan dari lingkungan sekitar.
Pada tahap kedua, memposisikan produk, insights yang diberikan adalah, pastikan bahwa ketika membuat sebuah karya, cukup jelas untuk siapa karya ini dibuat. Misalnya dengan membuat pertanyaan “Karya ini adalah — — — — yang dapat digunakan untuk — — — yang akan digunakan oleh — — -”.
Dengan membuat pertanyaan tersebut pada saat membuat karya, akan jelas terlihat dalam benak bagaimana karya harus dibuat. Misalnya, kalau membuat sebuah buku, tergantung dari jenis pembaca yang disasar, maka bahasa yang digunakan pun bisa berbeda.
Kalau tidak jelas target pasar yang disasar, bisa dipastikan bahwa target memang tidak ada.
Berita baik ketika selesai membuat karya adalah, karya itu sekarang “ada” dan siap untuk diluncurkan. Berita buruknya adalah, ada banyak kompetisi di luar sana yang sama-sama berebut perhatian dengan karya yang sudah dibuat. Oleh karena itu, Ryan Holiday cukup menekankan pentingnya tahap ketiga dari membuat sebuah karya yaitu pemasaran.
Kompetisi dari sebuah karya yang sudah rampung tidak saja berasal dari karya lain yang dibuat dalam waktu yang sama, tetapi termasuk juga karya-karya lain yang sudah dibuat terlebih dahulu, setahun ataupun sepuluh tahun yang lalu.
Kalau kita membuat karya lagu dan mengunggahnya di Spotify misalnya, yang menjadi pesaing bukan saja lagu-lagu yang baru saja diunggah, akan tetapi lagu-lagu lain yang sudah dibuat sejak dahulu.
Oleh karena itu, pertanyaan dari tahap dua, mengenai siapa yang akan menikmati karya saya adalah sebuah pertanyaan penting yang butuh jawaban yang jelas. Karena pekerjaan marketing bukan saja untuk mendapatkan penikmat karya saya sekarang, tetapi juga memastikan bahwa karya saya akan terus mendapat penikmat-penikmat baru pada masa mendatang.
Maka, setiap kreator sudah seharusnya menjadi pemasar juga. Tidak bisa hanya mengandalkan orang lain. Seorang kreator harus berusaha agar orang peduli dengan karya yang sudah dibuat. Make people care. Meskipun misalnya sudah cukup terkenal dan memiliki banyak follower di media sosial, seorang kreator tetap harus menerangkan produk yang sudah dibuat.
Ada beberapa trik yang dijelaskan oleh Ryan Holiday, misalnya dengan eksekusi yang mumpuni saat launching, memanfaatkan word of mouth atau bahkan membagikan karyanya secara gratis. Novelis terkenal Paulo Coelho, sengaja membajak bukunya sendiri dan membagikannya di platform bittorent di Rusia. Ternyata setelah dia melakukan hal tersebut, banyak orang yang tertarik dengan bukunya dan penjualan karyanya di Rusia meningkat.
Selain contoh diatas, salah satu trik yang bisa dipakai adalah dengan membagikan ke brand ambassador, membajak konten yang sedang viral ataupun dengan melakukan strategi agar bisa diliput media.
Tahap keempat, adalah membangun platform. Misalnya adalah dengan mendapatkan orang yang loyal terhadap karyanya. Dengan adanya platform ini, seorang kreator memastikan bahwa karyanya akan selalu ada pembelinya. Platform ini tidak hanya sebuah web digital, tapi dapat juga berupa fan base loyal yang jamak didapati pada grup musik.
Salah satunya dengan membuat daftar orang yang telah menikmati karyanya. Build your list. Yang ditekankan utamanya adalah email list. Alasannya? Karena email adalah salah satu cara untuk menghubungi fans loyal tanpa terpengaruh dengan platform social media yang mungkin bisa mengganti algoritmanya. Misalnya, dahulu banyak yang membangun fanpage di Facebook cuma untuk kecewa karena Facebook mengutak-atik algoritmanya sehingga setiap konten yang dibuat di fanpage hanya bisa dilihat sebagian kecil dari pengikutnya.
Banyak contoh detail mengenai empat tahap di atas yang menarik untuk disimak dalam buku ini. Pembaca akan mendapatkan banyak wawasan tambahan yang bisa digunakan untuk membuat karya yang bertahan laman.
Buku ini memang sudah cukup lama terbit. Akan tetapi mengingat bahwa buku ini menemukan pembaca baru (saya) dan saya menganggap bahwa buku ini masih relevan adalah bukti bahwa dia berusaha agar buku ini bisa menjadi buku klasik. yang tak lekang diterpa zaman.