Resensi Novel Komsi Komsa

(Pernah dimuat di Qureta: lihat di sini)
“Membaca Sambil Belajar Sejarah Pergolakan Dunia Abad 20”
Membaca buku Komsi Komsa serasa belajar sejarah dunia. Terutama ketika masa pergolakan dunia setelah masa imperialisme berakhir. Disini kita mengikuti pergulatan orang Indonesia bernama Sam yang berkeliling dunia dan memicu berbagai peristiwa sejarah yang signifikan.
Sam adalah orang di belakang panggung. Mungkin kita mengira ada darah barat di tubuhnya. Seperti paman Sam. Sebetulnya dia orang Sunda. Namanya Sampurasun. Dititipkan ibunya ke seorang pejabat Jawa, Ndoro. Waktu muda, darahnya bergolak, berpetualang dengan pasukan Siliwangi dan menjadi seorang penyelundup senjata.
Tak dinyana, kepiawaian dia untuk bergaul dengan banyak orang untuk melakukan tugas-tugas berbahaya ternyata dilirik oleh lembaga intelligent tingkat dunia. Dia dipengaruhi dan ditipu untuk melakukan tugas-tugas kotor tanpa tahu siapa dalang dibaliknya. Dia melakukan hal-hal berbahaya demi teman dan petualangan. Dituduh sebagai antek CIA. Diburu oleh intelijen Cina dan Rusia.
Dengan akhir yang susah ditebak, kita menyelami bagaimana Sam melakukan segenap kerja revolusioner sambil mengenal medan panas yang terjadi pada tahun 50-an.
Dari petualangan Sam ini, saya banyak belajar mengenai sejarah, terutama di Asia dan tokoh-tokoh yang terlibat di dalamnya.
Setelah saya membaca novel ini, saya baru tahu kalau Vietnam dulu pecah menjadi dua bagian. Bagian utara dengan Perdana Menteri adalah Ho Chi Minh yang didukung Cina dan Soviet. Bagian selatan masih dipegang oleh Kaisar Bao Dai dengan Ngo Dinh Diem menjadi perdana Menteri. Dan ternyata di Vietnam selatan terjadi perselisihan antara Kaisar dengan dukungan Perancis dan sang Perdana Menteri disokong oleh Amerika. Sam terlibat dalam perseteruan ini dengan membantu menyelundupkan senjata untuk Ngo Dinh Diem.
Apakah cerita novel ini terdengar original? Membaca novel ini, saya jadi teringat novel serupa yang ditulis oleh Jonas Jonasson, berjudul “100 Years Old Man Who Climbed Out of the Window and Disappeared”. Sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh penerbit Bentang.
Di novel ini kita mengikuti kehidupan Allan Karlsson. Pada suatu sore, diulang tahunnya ke 100 tahun, dia bosan dan memutuskan kabur dari panti jompo tempat dia tinggal. Tak dinyana, semakin kita menyelami novel ini, kita mengikuti jejak kehidupan Allan sejak Allan masih muda.
Bapaknya yang ikut revolusi di Rusia, Allan yang belajar bahan peledak, dan keterlibatannya dalam banyak petualangan sejarah besar dunia dari Spanyol, Amerika, Cina, Rusia, Korea utara dan bahkan di Indonesia ketika gejolak revolusi tahun 60 an.
Kemampuannya dalam bahan peledak-lah yang menyelamatkan dia dalam beberapa situasi sulit, termasuk dimanfaatkan para penguasa untuk membantu perang mereka. Novel diakhiri dengan Allan memutuskan tinggal di Bali dan dipanggil presiden SBY untuk membantu Indonesia mengembangkan nuklir.
Gaya penulisan Komsi Komsa sangat serius dan terasa aroma gejolak anak muda. Saya sudah mengikuti novel karya ES Ito sejak buku pertamanya yang berjudul Negara Kelima terbit. Pun buku kedua yang berjudul Rahasia Meede. Semua bukunya sarat akan sejarah dan terasa aroma gejolak mudanya. Lewat karya ES Ito pulalah saya menjadi penikmat dan pecinta sejarah.
Saya melihat kota tua, gedung Dasaat Musin dan juga gereja Sion dengan perspektif yang berbeda.
Sebaliknya, gaya penulisan untuk “100 Years Old Man Who Climbed Out of the Window and Disappeared” terasa kocak dan membuat geleng- geleng kepala.
Contohnya, ketika Allan tidak sengaja membantu tim di proyek Manhattan membuat reaktor nuklir yang meluluhlantakkan Nagasaki dan Hiroshima.
Ataupun ketika Alan dan rekan-rekannya mau masuk ke bandara Bali secara ilegal, maka dia menggunakan senjata yang menjadi batu Kryptonite untuk orang Indonesia. Suap. Seperti obrolan berikut (diringkas) ketika Allan akan mendarat di bandara Bali tanpa surat resmi …
Baca Juga: Sajak Cinta Pancaroba
“Halo? Apakah ini Bandara Bali?” tanya Allan dalam bahasa Inggris.
“Nama saya Dolar” lanjutnya. “Seratus ribu Dolar.”
“Maaf, siapa nama depan Anda, Tuan Dolar?”
“Seratus Ribu,” kata Allan.” Saya Tuan Seratus Ribu Dolar dan saya minta izin mendarat di bandara Anda.”
“Maaf, Tuan Dolar, suaranya jelak sekali. Maukan Anda menyebutkan nama depan Anda sekali lagi?”
Allan tahu bahwa ini tawar menawar.
“Nama depan saya Dua Ratus Ribu,” kata Allan. “Apakah kami boleh mendarat?
***
Pada akhirnya, buku Komsi Komsa adalah buku yang layak dinikmati. Alurnya agak lambat di awal, ketika menggambarkan kehidupan di Kalifornia yang menurut saya membosankan. Informasi sejarahnya terasa tidak relevan dengan pengetahuan orang Indonesia.
Siapa yang peduli dengan yang terjadi di Kalifornia tahun 50-an? Memangnya siapa Joseph McCarthy? Hal-hal ini sangat asing bagi orang Indonesia. Akan tetapi ternyata di Kalifornia inilah dia menemukan “mentor” yang secara tidak langsung melatihnya, dan membawa Sam dalam petualangan seru di seluruh dunia, termasuk Asia dan membuatnya terlibat skenario pembunuhan Soekarno.
Saya menunggu karya ES Ito selanjutnya.