RFM, Metode Segmentasi Serba Bisa Yang “Limited”

Amir Harjo
4 min readJul 10, 2023

Sebuah unggahan dari salah satu lembaga training data science masuk dalam lini masa saya. Isinya mengenai metode RFM yang digunakan oleh salah satu start-up tanah air. Setelah enam tahun berlalu, metode RFM yang ditulis tahun 2017 tersebut sampai sekarang tampaknya masih relevan. Variasi dari metode ini juga cukup beragam.

Sumber: Marketeers

Secara sederhana, metode segmentasi RFM adalah metode segmentasi untuk menentukan pelanggan berdasarkan “value” mereka, mana yang “high value” dan pelanggan yang “low value”. Metode ini membedakan pelanggan dengan menggunakan tiga variable, yaitu Resensi yang melihat kapan terkahir kali kustomer membeli atau menggunakan jasa kita, Frekuensi yang menghitung berapa kali kustomer menggunakan produk atau jasa kita dalam kisaran periode tertentu dan Monetary yaitu berapa banyak pengeluaran yang mereka belanjakan ketika menggunakan jasa atau produk kita.

Kemudian dari distribusi Resensi, Frekuensi dan Monetary tersebut akan dipotong menjadi beberapa bagian dan diberi skor. Misalnya frekuensi 1–3 diberi skor 1, frekuensi 3 -6 diberi skor 2 dan seterusnya. Demikian juga skor akan diberikan untuk resensi dan monetary. Skor-skor dari masing-masing variable akan dijumlahkan dan hasil akhirnya akan digunakan untuk mengklasifikasikan pelanggan berdasarkan skor. Pelanggan dengan skor tinggi adalah pelanggan yang “high value”.

Saya mengenal metodologi RFM pada sekitar delapan tahun yang lalu. Pada waktu itu, saya diundang makan malam dengan salah satu pendiri konsultan data analisis dan strategi yang baru berdiri di Jakarta. Dia menceritakan tentang salah satu metode yang dia gunakan untuk membuat mengklasifikasikan user disalah satu retail di Indonesia adalah dengan menggunakan frekuensi pembelian dan jumlah belanjaan mereka untuk pengguna aktif, yang belanja terakhir mereka (atau resensinya) dalam tiga bulan terakhir.

Bagi saya yang masih awam mengenai data analisis, metode tersebut tampak inovatif. Apalagi dengan balutan insight disetiap segment yang nantinya dipakai untuk melakukan pendekatan yang paling optimal ke konsumen.

Saya sendiri lebih cocok dengan variasi metode RFM yang baru diperkenalkan pada makan malam tersebut dibandingkan dengan metode RFM by the book yang banyak ditulis. Alasan saya adalah, segmentasi RFM by the book terlalu matematis dan terlalu banyak melibatkan judgement ketika menentukan skornya, yang pada akhirnya cerita yang didapat dari segment tersebut menjadi kurang.

Karena cocok, saya jadi ketagihan. Ada data pelanggan dari retail, telekomunikasi, CPG? Gunakan RFM. Ada training mengenai data analytics? Halo… RFM.

Tentu saja, yang mudah dibuat dan diimplementasikan mempunyai limitasi. RFM ini sudah diperkenalkan lebih dari 80 tahun yang lalu ketika Database Marketing sedang jaya-jayanya. Jelas yang digunakan adalah first party data . Segmentasi RFM berbeda dengan misalnya psychographic yang digunakan untuk akuisisi konsumen, komunikasi dan membuat iklan yang sesuai dengan profil yang diincar.

Seperti sudah dijelaskan, RFM digunakan untuk membedakan value dari konsumen. Point of view yang dibuat adalah dari sisi profitability, dari sisi finance. Maklum saja, dulu database mahal. Tentunya perusahaan ingin mendapatkan ROI dari investasi database. Untuk membuat RFM juga tidak membutuhkan seorang analis yang mumpuni, cukup dengan database dan seorang programer.

Limitasi lainnya adalah, variable-variable yang digunakan untuk membuat RFM adalah variable engagement. Variable akibat, bukan variable sebab.

Misalnya ada seorang konsumen yang membeli barang dalam jumlah besar. Why?

Atau ada konsumen yang membeli cukup sering. Why?

Pertanyaan why dan motivasi konsumen tidak bisa didapatkan dari RFM.

Tanpa variable why ini marketer tidak bisa meningkatkan engagement. Marketer menjadi pasif karena hanya melihat hasil. Padahal, hal-hal yang menjawab motivasi konsumenlah yang dibutuhkan oleh seorang marketer.

Alternatif yang bisa digunakan dengan pendekatan analisis yang lebih tinggi dan bisa menjawab kebutuhan marketing adalah segmentasi yang dinamakan BS… buka Bull Sht* tapi Behavioral Segmentation. Behavioral Segmentasi tidak menggunakan tiga variable yang terkait metrik finansial seperti layaknya RFM, tapi menggunakan variable-variable lain yang terkait perilaku manusia. Yang point of viewnya dari sisi konsumen. Misalnya barang apa yang dibeli, visits (mengunjungi website atau toko fisik), penggunaan produk, harga yang dibeli, apakah membuka email, mengklik tautan, respon terhadap komunikasi marketing dan lain-lain. Hal-hal inilah yang bisa mengungkap perilaku dan motivasi yang bisa digunakan oleh orang marketing.

Sementara segmen RFM membuat konsumen mudah pindah group dan terkesan tidak konsisten, misalnya tadinya masuk medium tiba-tiba masuk high value karena variasi dalam pembelanjaan saja, Behavioral Segmentation memiliki segmen yang lebih stabil karena perilaku manusia sulit berubah, atau berubah tapi dengan sangat lambat. Seorang konsumen yang sangat sensitif terhadap harga sangat sulit untuk tiba-tiba menjadi royal.

Dengan Behavioral Segment ini, konsumen akan terbagi menjadi kelompok-kelompok yang memiliki kecenderungan yang berbeda-beda. Satu segmen mungkin sangat senang mendapat email, segment lain mungkin sensitif terhadap harga, atau lebih suka dengan produk tertentu yang ditawarkan. Insight ini bisa menawarkan strategi marketing yang lebih dalam dan tugas marketing adalah bagaimana untuk memaksimalkan masing-masing segmen.

Karena tiap segmen jelas karakteristiknya, maka cara komunikasi juga bisa dibedakan, pada waktu yang tepat, dengan produk yang pas dan harga yang sesuai.

Marketer tidak perlu lagi memperlakukan “Pelanggan adalah raja”, akan tetapi seperti “Kekasih yang dimengerti dan didengarkan”.

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

Amir Harjo
Amir Harjo

Written by Amir Harjo

Hi, I am Amir Harjo. I like to read. I want to consistently write about things I am curious about. If you like my writing, please claps or comment.

No responses yet

Write a response